Minggu, 08 November 2015

Paradigma Perubahan Sosial dan Perubahan Hukum dalam Undang Undang Pornografi di Indonesia



Oleh:
Muhamad Nur Arsyir Rohman(NIM. 1711143046)
arsyirwhoyo@gmail.com
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Hukum
per tanggal 08 November 2015

Pornografi di indonesia dari dulu adalah ilegal, namun penegakan hukumnya sangat lemah dan interpretasinya dari zaman ke zaman berbeda. Pornografi dimulai dari banyaknya beredar majalah, yang menontonkan gambar seronok dan muncul film-film luar negri yang ada adegan ciumannya. Yang membuat banyak keresahan masyarakat indonesia. Kemudian kemajuan teknologi informasi semakin terasa dengan kehadirannya parabola televise, VCD, laser disc, DVD, handphone dan internet, semuanya membuat pornografi di indonesia semakin mudah ditemukan.
Di era modern ini perkembangan teknologi di Indonesia semakin cangih.Sekarang apapun menggunakan gatget (smartphone) yang selalu berhubungan langsung dengan internet atau dunia maya. Dari anak anak sampai orang tua pun sekang menggunakan nya dengan alasan mengikuti era modern serba cangih dengan koneksi lamsung dengan internet. Terutama media social yang sangat di gandrungi masyarakat saat ini, dimulai dari facebook, twitter, instagram, bbm, whatsapp  dan media social lainya.
Internet sebagai produk teknologi tidak hanya memiliki sisi positif tetapi juga memiliki sisi negatif, dalam hal. penggunaannya sebagai media kejahatan. Dalam perspektif kriminologi, teknologi internet bisa dikatakan sebagai faktor kriminogen yaitu faktor yang menyebabkan timbulnya keinginan orang untuk berbuat jahat atau memudahkan terjadinya kejahatan, penggunaan internet sebagai media kejahatan dikenal dengan istilah cyber crime. Salah satu masalah cyber crime di bidang kesusilaan adalah tindak pidana pornografi.
Di dunia maya dan  media social  banyak  tersebar pornografi dan porno aksi. Banyak situs sirus porngrafi, dimulai dari gambar, suara, video dll.yang sangat sulit untuk di kontrol oleh pemerintah.Masyarakat resah karena menghawatirkan  anak anak mereka yang belum cukup umur menonton hal tersebut, karena sangat merusak masa depan para pemuda penerus bangsa.
Kemudian pemerintah mengambil sikap penegakan hukum dengan cara membentuk undang undang tentang pornografi yaitu RUU APP (Rancagan Undang Undang Antipornografi dan Pornoaksi) Pembahasan akan RUU APP ini sudah dimulai sejak tahun 1997 di DPR. Dalam perjalanannya draf RUU APP pertama kali diajukan pada 14 Februari 2006 dan berisi 11 bab dan 93 pasal.
Pornografi dalam rancangan pertama didefinisikan sebagai "substansi dalam media atau alat komunikasi yang dibuat untuk menyampaikan gagasan-gagasan yang mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika" sementara pornoaksi adalah "perbuatan mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika di muka umum".
Pada draf kedua, beberapa pasal yang kontroversial dihapus sehingga tersisa 82 pasal dan 8 bab. Di antara pasal yang dihapus pada rancangan kedua adalah pembentukan badan antipornografi dan pornoaksi nasional. Selain itu, rancangan kedua juga mengubah definisi pornografi dan pornoaksi. Karena definisi ini dipermasalahkan, maka disetujui untuk menggunakan definisi pornografi yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu porne (pelacur) dan graphos (gambar atau tulisan) yang secara harafiah berarti "tulisan atau gambar tentang pelacur". Definisi pornoaksi pada draft ini adalah "upaya mengambil keuntungan, baik dengan memperdagangkan atau mempertontonkan pornografi".
Dalam draf yang dikirimkan oleh DPR kepada Presiden pada 24 Agustus 2007, RUU ini tinggal terdiri dari 10 bab dan 52 pasal. Judul RUU APP pun diubah sehingga menjadi RUU Pornografi. Ketentuan mengenai pornoaksi dihapuskan. Setelah melakukan proses yang sangat panjang RUU . Setelah melalui proses sidang yang panjang dan beberapa kali penundaan, pada 30 Oktober 2008 siang dalam Rapat Paripurna DPR, akhirnya RUU Pornografi disahkan. Pengesahan UU tersebut disahkan minus dua Fraksi yang sebelumnya menyatakan 'walk out', yakni Fraksi PDS dan Fraksi PDI-P. Menteri Agama Maftuh Basyuni mewakili pemerintah mengatakan setuju atas pengesahan RUU Pornografi in
.Pembuatan undang undang ini menunai banyak protes dari berbagai kalangan masyarakat ada yang pro dan kontra. Dari pihak yang kontra beranggapan bahwa undang undang tidak sesuai dengan yang ada di Indonesia. Dilihat dari pandangan Kebudayaan Indonesia para pihak menolak diadakanya UU ini. Dalam sudut pandang mereka bahwa Indonesia adalah Negara yang pluralism, UU ini dapat menghambat atau dapat mengikis kebudayaan-kebudayaan tertentu, sepertin koteka ataupun pakaian adat yang memperhatikan sesuatu yang tak pantas diperlihatkan seperti yang tertera dalam undang-undang . kemudian pihak yang pro mempunyai maksud dari pembentukan  undang undang ini tidak melihat dari kebudayaan karena undang undang tidak bermaksud  mengikis kebudayaan yang telah ada melainkan melindungi masyarakat dari pengaruh negative yang sedang berkembang di zaman global ini mengenai moral yang semakin lama semakin merosot  nilainya yang memungkinkan mengencam kebudayaan itu sendiri
RUU dipandang menganggap bahwa kerusakan moral bangsa disebabkan karena kaum perempuan tidak bertingkah laku sopan dan tidak menutup rapat-rapat seluruh tubuhnya dari pandangan kaum laki-laki. Pemahaman ini menempatkan perempuan sebagai pihak yang bersalah. Perempuan juga dianggap bertanggungjawab terhadap kejahatan seksual.Menurut logika agamis di dalam RUU ini, seksualitas dan tubuh penyebab pornografi dan pornoaksi merupakan seksualitas dan tubuh perempuan. Bahwa dengan membatasi seksualitas dan tubuh perempuan maka akhlak mulia, kepribadian luhur, kelestarian tatanan hidup masyarakat tidak akan terancam. Seksualitas dan tubuh perempuan dianggap kotor dan merusak moral.Sedangkan bagi pendukungnya, undang-undang ini dianggap sebagai tindakan preventif yang tidak berbeda dengan undang-undang yang berlaku umum di masyarakat.Dan dalam RUU APP, memberantas pornografi-pornoaksi, demi melindingi akhlak bangsa, dan mewujudkan Indonesia yang bermartabat
RUU Pornografi dianggap sebagai bentuk intervensi negara dalam mengontrol persoalan moralitas kehidupan personal warga negara, sehingga dapat menjebak negara untuk mempraktikkan politik totalitarianisme. RUU Pornografi melihat perempuan dan anak-anak sebagai pelaku tindakan pornografi yang dapat terkena jeratan hukum, dan menghilangkan konteks persoalan yang sebenarnya menempatkan perempuan dan anak-anak sebagai korban dari obyek eksploitasi. RUU pornografi akan menempatkan perempuan dan anak-anak sebagai korban yang kedua kalinya. Mereka menjadi korban dari praktik pemerasan sistem kapitalisme sekaligus korban tindakan represi negara.
Selain mendiskreditkan perempuan dan anak-anak, RUU pornografi secara sistematik juga bertentangan dengan landasan kebhinekaan karena mendiskriminasikan pertunjukan dan seni budaya tertentu dalam kategori seksualitas dan pornografi.
Dari sudut pandang hukum, RUU Pornografi dinilai telah menabrak batas antara ruang hukum publik dan ruang hukum privat. Hal ini tercermin dari penggebirian hak-hak individu warga yang seharusnya dilindungi oleh negara sendiri. Seharusnya persoalan yang diatur RUU ini adalah masalah yang benar-benar mengancam kepentingan publik, seperti komersialisasi dan eksploitasi seks pada perempuan dan anak, penyalahgunaan materi pornografi yang tak bertanggung jawab, atau penggunaan materi seksualitas di ruang publik. Selain tidak adanya batas antara ruang hukum publik dan privat, RUU Pornografi bersifat kabur (tidak pasti) sehingga berpotensi multitafsir. Pasal 1 angka 1 mengungkapkan ...membangkitkan hasrat seksual. Isi pasal ini bertentangan dengan asas lex certa dimana hukum haruslah bersifat tegas.
Proses penyusunan RUU Pornografi dinilai mengabaikan unsur-unsur sosiologis. Hal ini terlihat dari banyaknya pertentangan dan argumen yang muncul dari berbagai kelompok masyarakat. RUU pornografi mengabaikan kultur hukum sebagai salah satu elemen dasar sistem hukum. Hukum merupakan hasil dari nilai-nilai hidup yang berkembang secara plural di masyarakat.
Dari proses pembuatan undang undang pornografi ini. Ada factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubaha social yaitu penemuan-penemuan baru, perubahan jumlah penduduk,pertentangan konfik dalam masyarakat. Penemuan penemuan baru yaitu perkembangan teknologi di Indonesia dimulai dari majalah dan film impor. Kemudian kemajuan teknologi informasi semakin terasa dengan kehadirannya parabola televise, VCD, laser disc, DVD, handphone dan internet, semuanya membuat pornografi di indonesia semakin mudah ditemukan. Kemudian pertumbuhan jumpalah penduduk juga pesat di Indonesia.
Banyak pertentangan konflik dalam masyarakat dalam masalah pembentukan undang undang pornografi ini. Dari awal kemunculannya yang masih berupa wacana sampai proses pengesahannya, UU Pornografi, yang dulu bernama RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi, tak lepas dari kontroversi. RUU tersebut telah menimbulkan reaksi yang beragam dari masyarakat. Ada yang mendukung dengan tegas, ada yang terpaksa, ada yang menolak, dan ada pula yang ragu-ragu. Keragaman reaksi itu tak lepas dari sudut pandang yang berbeda dalam menafsirkan RUU Pornografi tersebut.
Dari segi perubahan hukum dalam masalah pornografi ini dilihat dari awalnya bahwa  hukum dalam pornografi ini penegakanya sangat lemah. Kemudian setelah adanya perubahan social di masyarakat, membuat perubahan dalam hukum. Dimana hukum ditegakkan sesuai dengan undang undang pornografi yang sudah dibuat dan disahkan oleh pemerintah

Dalam undang undang pornografi ini mengunakan dua paradigma, yaitu: hukum sebagai pelayanan masyarakat agar hokum tidak tertinggal oleh laju perubahan masyarakat. Karena dalam pembahasan undang undang pornografi ini hukum selalu menyesuaikan diri pada perubahan social.sebagai contoh dahulu penyebaran pornografi masih bisa di kontrokl oleh pemerintah dan badan sensor film tetapi dengan berkembangnya teknologi semaki sulitnya pengontrolan penyebaran pornografi. di era sekarang. Karena penyebaranya melalui internet. penggunaan internet sebagai media kejahatan dikenal dengan istilah cyber crime. Salah satu masalah cyber crime di bidang kesusilaan adalah tindak pidana pornografi. Membuat masyarakat resah dan  dari kejadian tersebut pemerintah membuat undang undang pornografi yang mengatur tindakan pornografi untuk mempertegak hukum di indonesia.  
Kemudian yang kedua yaitu hukum dapat menciptakan perubahan dalam masyarakat atau setidak–tidaknya dapat memecu perubahan-perubahan dngan ciri-ciri dari paradigma ini adalah: hukum merupakan alat rekayasa masyarakat; hukum merupakan alat merubah masyarakat secara langsung; hukum berorientasi masa depan. Sebagi contoh pemerintah membuat undang-undang ini dengan bertujuan untuk merekayasa agar masyarakat dimasa depan tidak lagi melakukan hal yang berbau pornografi dan merubahnya dengan di buatnya undang undang pornografi ini.

DAFTAR PUSTAKA
Ni’mah, Zulfatun. Sosiologi Hukum Sebuah Pengantar. Cet ke 1. Yogyakarta: Teras 2012
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2008 Tentang Pornografi
http://repository.fhunla.ac.id/?q=node/48 (diakses  tanggal 06 november 2015 pukul  19;25 WIB)
https://id.wikipedia.org/wiki/Undang-undang_Pornografi(diakses  tanggal 06 november 2015 pukul  20;25 WIB)
https://id.wikipedia.org/wiki/Pornografi_di_Indonesia (diakses  tanggal 06 november 2015 pukul  19;36 WIB)